Click for Jakarta Observatory, Indonesia Forecast

Sanity Keeper: Keeping sanity by exposing insanity [SanKee]

Bule, You Just Have Gone Too Far - Wednesday, July 28, 2004

Dasar bule! They just don't seem to have limitation on anyting. Pada aspek tertentu sih bagus-bagus aja. Tapi, mereka udah kelewatan sekarang.

Sebelum lanjut, gue mo mengajak kita semua untuk ingat bahwa tanda-tanda kiamat di antaranya adalah orang melakukan hubungan di depan umum (maaf kalau tidak tepat sekali tanda kiamat yang ini). Tapi, begitulah yang gue lihat di foto di Yahoo!News.

Ceritanya, ada dua orang yang mau mem-promote hidup secara vegetarian. Mereka percaya bahwa "vegetarians are better lovers". Orang toch memang boleh punya prinsip toch. Tapi, untuk menunjukkan point itu, gak perlu buka baju depan umum dan ciuman seperti make love toch? Buat yang penasaran, saya cukup beri linknya saja http://story.news.yahoo.com/news?tmpl=story&ncid=1756&e=3&u=/040723/480/idmc10107232109 apakah Anda akan mengunjunginya atau tidak, itu keputusan Anda.

Yang pasti, bule-bule ini udah parah urat kemaluannya. Bahkan, gue jadi inget dapat kiriman email berisi 2 pasang co-ce yang ciuman di depan umum di daerah Yogyakarta. What the fuck is going on? Gue yakin mereka ini pasti anak-anak yang gak pernah ditatar. Mereka pantas dibunuh kalau gue bilang mah: pencemaran identitas bangsa. Enggak heran koq kalau massa macamnya FPI itu merengsek ke sana ke mari. Itu karena pemerintah seperti mandul dan tidak melakukan apa-apa untuk hal seperti ini. Mereka sibuk mempertahankan kursi, bukannya memelihara perabotan yang lain.

Sanity Keeper says, "Saya berharap supaya kiamat dunia dipercepat menjadi dekat. Alangkah beratnya, ya Allah, untuk tetap berenang melawan arus orang-orang yang berebutan untuk melompat dari jurang. Saya waras, dan hanya iman yang saya punyai untuk melawan ketidaksenonohan ortodoks barat. Semoga Allah lindungi kita semua."

[ 0 comments ] Posted at 12:51 PM

Now You Realized It, This Is NOT Your War - Thursday, July 22, 2004

Media Indonesia hari ini dalam forum editorialnya mengetengahkan topik tentang Presiden Filipina Arroyo.

Filipina, mungkin banyak dari kita udah tahu, adalah salah satu anjing setia Amerika. Mereka mengirimkan pasukan mereka untuk menunjukkan kesetiaan itu ke negara Irak. Angelo de la Cruz, supir truk berwarga negara Filipina diculik oleh kelompok gerilyawan Irak. Mereka menuntut agar pasukan Filipina enyah dari Irak. Arroyo, yang ternyata lebih mementingkan keselamatan warganya, akhirnya menarik pasukannya dari Irak. Majikannya, tentu saja mencak-mencak. Ibaratnya, "Fillippine, roll over!", eh gak mau nurut. Tentu aja marah.

Dari kasus ini ada yang menarik, yang juga di bahas dalam editorial tersebut. Bahwa, Filipina memang lebih memberikan perhatian kepada warganya. Dalam kasus penganiayaan tenaga kerjanya di luar negeri, Filipina memberikan perlindungan yang luar biasa pada warganya? Indon? Aaah, ...

Akhir kata, Filipina akhirnya sadar bahwa this is not our war. Ngapain amat bela-belain ngorbanin warga buat tujuan yang absurd.

[ 0 comments ] Posted at 2:25 AM

AFI.. It's To Die For! (Literally) - Monday, July 19, 2004

Yeah, AFI is to die for.. literally! Sabtu kemarin Kompas membahas banyaknya bunuh diri yang terjadi di Indonesia. Sure --bukannya gue menyetujui tindakan orang-orang yang bunuh diri tersebut-- gue memaklumi tindakan mereka itu semua.

I mean coba deh lihat negara bobrok ini. Kita hidup di negara miskin (miskin gak sih? Jangan-jangan kita kaya?) tapi apa yang dicekokin oleh tivi-tivi brengsek itu adalah kehidupan mewah (sinetron, dsb.) AFI t**k (cara cepat menuju ketenaran, kemewahan, dsb.) Bayangkan, elo adalah seorang anak muda yang belum banyak makan garam kehidupan. Tapi, hidup elo udah dikepung sama mimpi-mimpi palsu dan kosong. Memisahkan elo dengan mimpi itu akan berakibat kematian!

Well, itulah yang gue baca di Kompas kemaren. Bahwa, ada salah seorang anak kecil berumur 15 tahun bernama Nevi Suyanti bunuh diri hanya gara-gara berebut channel, ganti dari acara Akademi F*****g Indosiar. Cobak deh tuh!

See? Makin ke sini makin kebukti deh teori gue tentang konspirasi penghancuran Indonesia ini. Abege-abege ini need to wake up and see the whole world. Gue lebih suka negara ini jadi komunis sekalian deh, daripada mayoritas muslim tapi orang-orangnya pada bejat abis: hanya memikirkan keuntungan bisnis tanpa ada moral. Beginilah hasil anak-anak yang tidak pernah ditatar P4. Inget! Jamannya kita dulu pernah ada P4. Yeah, mungkin gak semuanya berakhlak baik, tapi paling gak kita tahu mana yang bener dan mana yang salah.

Oh iya, di bawah ini adalah sekelumit berita dari Kompas yang gue sebut di atas.


Darmaningtyas menegaskan kasus bunuh diri terbanyak di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Jakarta, terutama diakibatkan oleh tekanan ekonomi di tengah situasi sosial politik yang karut-marut. "Relasi sosial yang sehat hanya dapat terbentuk jika kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi, mulai dari pangan hingga kesehatan, pendidikan dasar, dan ruang- ruang publik yang memungkinkan orang berinteraksi normal," kata pengamat perkotaan ini.

Tuntutan ekonomi yang makin berat memaksa orang bekerja lebih keras. Di sisi lain, media massa makin gencar menyuguhkan "mimpi" yang mendorong orang mengedepankan nilai materi. Televisi menciptakan idola-idola untuk dipuja di tengah realitas sosial ekonomi yang berat itu.

Begitu kuat jeratan mimpi ini sehingga Nevi Suyanti (15) di Tangerang bunuh diri hanya karena berebut saluran televisi. Di Cianjur, Usuf Ambari (13) tewas gantung diri karena keinginannya mempunyai televisi tak dipenuhi oleh orangtua (Kompas, 31/1).

[ 0 comments ] Posted at 10:28 AM

Indonesian Odol or AFI? - Sunday, July 11, 2004

What's all the fuss with these two? Nggak ngerti deh gue. Anak-anak Abege ini pada ngeributin acara favorit mereka yang paling bagus. Well, all of them are fool.

Bosen banget gue ama acara-acara kayak ginian. Kayak nggak ada yang bagus buat ditonton ajah. Di forum lain gue pernah nuduh ada konspirasi besar untuk menghancurkan Indon. Gimana caranya? Gini.

Pertama, abege-abege dicekokin dengan acara-acara nggak bermutu: bahkan sinetron pun ada yang isinya anak abege doang, dulu cuman tante-tante dan oom-oom. Pakain mereka udah seronok, rok yang 10cm di atas dengkul, baju yang gak dimasukin. Urakan abis. Terus mereka tiap malam minggu dicekokin dengan AFI. Bukannya keluar rumah, bergaul, atau ngapain keq. Tapi nggak, cukup di rumah. Itu pun bukannya belajar.

Karena keasyikan dengan dunia antah berantah tersebut, abege-abege ini lupa belajar. Cubak pikir, kira-kira generasi mendatang, presiden macam apa yang bakal mimpin negeri ini? Presiden yang dulunya demen AFI? Bisa-bisa milih presiden pake SMS polling!

Huah! Gue curiga ada konspirasi besar juga dibalik penentangan capres dari latar belakang militer. Mereka takut kepentingan bisnis mereka akan diberangus oleh presideng militer.
Well, fuck them all. Gue akan dukung presiden militer (Oh iya, tapi pemilu lalu gue gak coblos capres militer).

Sanity Keeper says, "Saya menunggu Ratu Keadilan untuk membereskan negeri ini dari media-media yang tidak senonoh. Saya waras, oleh sebab itu saya menjaga kewarasan saya dengan mengharamkan sinetron, AFI, dan acara-acara sejenisnya di rumah saya sendiri."

[ 0 comments ] Posted at 11:39 PM

Sinetron Sinetron Sinetron.. Cekokin aja Terus! - Thursday, July 08, 2004

Kompas Minggu lalu banyak memuat surat pembaca yang kebanyakan berisi keluhan tentang payahnya. Hari ini gue terima ajakan class action untuk menggugat SCTV.

Di bawah adalah cuplikan email beserta balasan dari gw. Selamat menyimak.

-----Original Message-----
From: Sanity Keeper (Name has been edited - SanKee)
Sent: Thursday, July 08, 2004 10:20 AM
To: Someone (Name has been edited - SanKee)
Cc:
Subject: RE: Untuk disebarluaskan: Sinetron Bunglon-Mengapa harus ditolak

Menurut gw gak cukup satu Sinetron yang harus ditolak. Hampir semua -untuk tidak mengatakan semua- sinetron tidak ada unsur mendidik, let alone unsur hiburan. Lihat saja, untuk mengiklankan sinetron mereka memakai cuplikan2 makian, seolah2 hanya itu saja isinya.

Mungkin berlebihan, tapi menurut gw ada sebuah konspirasi besar untuk menghancurkan Indonesia. Pertama, sudah hampir tidak bisa diragukan bahwa satu rumah di Indonesia memiliki satu pesawat televisi. Kedua, kebanyakan waktu setiap keluarga pada jam prime time (jam 7-9 malam hari kerja) berada di depan pesawat televisi yang pada saat2 tersebut hampir semua channel memutar sinetron kecuali MetroTV. SCTV, mungkin sudah bisa diasosiasikan dengan televisi sinetron. Bahkan, sempat gw iseng2 ganti channel jam 3 pagi, guess what apa yang ada di SCTV? Sinetron.

Personally, IMHO, kita gak tonton pun, rating Sinetron akan tetap tinggi. Dengan berlindung di balik nama sebuah surveyor terkenal, AC Nielsen, para stasiun TV menganggap sinetron mereka laku. Padahal, di statistik itu ada metode yang memungkinkan penipuan. Contohnya, survey diadakan pada siang hari dan koresponden survey adalah orang yang kira-kira memang nge-fans sama sinetron. Coba survey itu diadakan di kantor-kantor yang isinya orang-orang serius, gw yakin rating sinetron anjlok abis.

In conclusion, menyatakan PENOLAKAN ke stasiun TV yang bermuka batu seperti itu akan sia-sia saja. Wajar, mereka hanya money-minded. Ini akan seperti me against the world. Mungkin akan lebih tepat kalau Departemen Penerangan dihidupkan lagi dan mulai memberangus stasiun televisi yang bandel memutar acara-acara tidak bermutu (sinetron, siaran misteri, Kopaja, dll) dan sekaligus memberedel tabloid-tabloid yang tidak senonoh. Mungkin hanya Presiden berlatar belakang militer yang bisa mengakomodasi ini. Kita lihat saja.

SanKee (Name has been edited)

-----Original Message-----
From:
Sent: Wednesday, July 07, 2004 10:07 AM
To:
Subject: Untuk disebarluaskan: Sinetron Bunglon-Mengapa harus ditolak

Untuk disebarluaskan

Mengapa Sinetron "BUNGLON" harus ditolak?

Sinetron "Bunglon" yang ditayangkan di SCTV hari Minggu 19.00-20.00 memang luar biasa. Dari kacamata pendidikan, ia benar-benar penuh dengan adegan antisosial yang mengerikan untuk dikonsumsi anak SMP.

Penggambaran adegan kekerasan fisik dan verbal seorang ibu yang berprofesi sebagai pekerja seks kelas atas kepada Tari, anak gadisnya, sungguh sadis. Tidak hanya itu, sang ibu juga memaksa Tari agar mau bersikap manis kepada tamu-tamunya dan suatu saat melayani mereka seperti yang ia lakukan. Namun, Tari yang rajin sholat itu seringkali mendapat pelecehan seks dari tamu ibunya. Di sekolah, ia terpaksa harus menerima kenyataan dikeluarkan dari genk-nya karena anggota kelompok itu tidak menghendaki dia sholat.

Nina, sang pemimpin genk yang terlihat alim di rumah, dalam sinetron ini digambarkan memiliki perilaku yang berkebalikan ketika di luar rumah atau di sekolah. Beberapa kali ia terang-terangan membohongi kedua orangtuanya, yang ditandai dengan senyum kepuasan yang khas. Pagi berangkat sekolah misalnya, tidak jauh dari rumahnya, Nina segera melepas baju dan rok panjangnya dan tinggallah baju pendek dan rok mininya dengan anting dan rambut yang funky. Masih banyak perilaku sangat negatif yang dipertontonkan sepanjang sinetron yang disutradari oleh Widi Wijaya, produser Gope Samtani, dan dibuat oleh PT. Rapi Films.

Apa yang bisa kita lakukan?

* Pertama, kirimkan pernyataan PENOLAKAN terhadap sinetron ini dan sinetron anak / remaja yang sejenis ke SCTV atau stasiun lain, dengan tembusan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Berdasarkan pengalaman, program TV yang banyak diprotes masyarakat bisa berakibat pada penghentian penayangan. Jadi, ajak sebanyak mungkin lembaga atau individu untuk mengirimkan pernyataan sikap.

* Kedua, upayakan anggota keluarga anda, atau lingkungan anda untuk tidak menonton sinetron ini dan yang sejenis. Kalau sinetron semacam ini tidak banyak ditonton, maka rating akan turun dan pengiklan akan lari ke program lain sehingga secara alami program ini akan mati.

* Ketiga, sangat diperlukan gerakan-gerakan moral dari masyarakat dan keberanian menyatakan sikap dan penolakan terhadap materi-materi yang membahayakan moral dan masa depan anak dan remaja kita.

Alamat penting:

1. SCTV: Graha SCTV, 3rd floor

Jl. Jend. Gatot Subroto Kav 21, Jakarta 12930

Telp. (021) 522-5555, Fax: (021) 522-4777

pr@sctv.co.id

2. PT. Rapi Films; Telp: (021) Fax: (021) 3192-3675.

3. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

Gedung Umawar Lt 5, Jl. Tendean no. 28, Jakarta

Selatan

Telp: (021) 5223218; Fax: (021) 5223219.

4. Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia

Jl. Teuku Umar 10, Jakarta 10350.

ykai@indosat.net.id

Telp (021) 3107030, 31927308; Fax: (021) 3192 7316.

5. Yayasan Kita dan Buah Hati

Jl. Dewi Sartika 188, Cawang III, Jakarta Timur.

kitadanbuahhati@yahoo.com

Telp: (021) 8087 1763; F: (021) 9246 539.

====

Pernyataan Bersama Menolak Sinetron "Bunglon"

Setelah mencermati sinetron remaja "Bunglon" yang disiarkan di SCTV pada hari Minggu 20 Juni 2004 pukul 19.00-20.00, kami menemukan bahwa sinetron ini mengandung hal-hal yang sangat bertentangan dengan pendidikan. Tari, tokoh dalam sinetron ini, hidup bersama ibunya yang berperan sebagai pekerja seks kelas atas dan berganti-ganti menerima tamu di rumah. Tari sering mengelami pelecehan seks dari para tamu ibunya, seperti dipegang tangannya, dagu, sampai pantat. Seinetron ini juga mengungkirbalikkan norma kehidupan dan pola pengasuhan, menonjolkan nilai-nilai antisosial seperti: anti pendidikan, ajakan ibu Tari untuk memusuhi ayah kandungnya, dan adegan Nina, tokoh lain dalam sinetron ini yang pandai mengelabui orangtuanya. Terdapat juga adegan bagaimana Tari dikeluarkan dari geng mereka hanya karena Tari saja yang shalat sementara yang lainnya tidak.

Atas petimbangan hal-hal tersebut di atas dan hal-hal lain yang ada dalam sinetron ini, maka kami yang tersebut di bawah ini menyatakan dengan sangat tegas:

Pertama, menuntut agar penayangan sinetron "Bunglon" yang diproduksi oleh PT Rapi Films yang ditayangkan di SCTV untuk DIHENTIKAN.

Kedua, mengajak pengiklan dalam sinetron "Bunglon" (shampo Emeron, Daia, Smart Klin, Rapika, Jasjus, Mie Sedap, dan Mitsubishi Grandia) dan biro iklan untuk tidak memasang iklan dalam program-program televisi yang sarat dengan nilai negatif dan berpotensi merusak moral anak dan remaja kitas;

Ketiga, mengajak para orangtua agar lebih mampu mengontrol dan kritis dalam mempelajari naskah yang akan diperankan oleh putra-putri mereka, karena hal ini akan sangat berpengaruh buruk pada anak-anak mereka dan anak-anak lain yang menonton sinetron Bunglon maupun sinetron lainnya;

Keempat, menghimbau pihak Departemen Pendidikan Nasional terutama para kepala sekolah dan pihak pengelola sekolah untuk tidak memperkenankan penggunaan sekolah dan siswa-siswinya terlibat dalam pembuatan sinetron ini maupun sinetron lainnya yang bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan, karena hal ini berarti melegalkan nilai-nilai negatif ke seluruh negeri;

Kelima, mengajak segenap lapisan masyarakat untuk secara bersama-sama menyatukan langkah menolak segala bentuk tayangan televisi yang dapat merusak moral dan masa depan anak dan remaja kita.

Jakarta, 23 Juni 2004

Kami yang membuat pernyataan bersama:

No Nama Lembaga Yang mewakili Kontak

1. YKAI (Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia) B.

Guntarto 0213107030,

31902308

2. AMAPP (Aliansi Masyarakat Anti Pornografi) Juniwati

TMS 0213900446

3. Kidia (Kritis Media Untuk Anak) Hanny Muchtar D

0218410563

4. MARKA (Media Ramah Keluarga) Warsa Tarsono

0813145440467

5. MWCC (Media Watch and Consumer Center) Afdal M

Putra 0217817211

6. Yayasan Kita dan Buah Hati Elly Risman 02180871763

-----------------------------------

Ayo Protes "Bunglon'!

Oleh Nina M. Armando

Sebuah pesan singkat di handphone saya ahad malam lalu terlambat saya buka. Isinya, "Cepat tonton 'Bunglon' di SCTV!" Saya baru membacanya setelah tontonan itu berlalu. Saya bertanya kepada sahabat pengirim pesan itu, ada apa dengan "Bunglon"? Ia menyatakan tontonan itu sangat bermasalah dan membuatnya amat tersinggung. Sahabat saya telah merekam tayangan itu.

Ketika saya melihat rekaman tersebut, saya berpendapat, sahabat saya benar. Apa yang saya lihat pada rekaman episode perdana itulah yang akan saya ceritakan pada Anda.

"Bunglon" berkisah tentang dua gadis SLTP, Nina dan Tari. Nina (diperankan Fauziah Alatas) adalah anak dari keluarga harmonis yang manis di rumah tapi 'liar' di luar rumah. Ia menampilkan citra sebagai anak penurut, santun, dan tahu tatakrama di hadapan kedua orangtuanya. Namun, begitu keluar rumah, ia akan mengganti baju 'alim'-nya dengan rok ketat dan minim, berpenampilan funky, dan berlagak sebagai preman sekolahan.

Tari (diperankan Arini Astari) hidup hanya dengan ibunya, seorang perempuan panggilan. Tiap pagi, saat ia pamit mengetuk kamar ibunya untuk sekolah, ia menyaksikan ibunya baru bangun tidur dengan laki-laki yang berganti-ganti. Ibu Tari mendewakan uang dan bersedia melakukan apa saja demi uang, walaupun untuk itu ia harus mengorbankan anaknya. Ia bahkan berkata kepada Tari, "Suatu saat kamu akan melakukan pekerjaan seperti mama!"

Tari kerap mengalami siksaan dari ibunya karena ia selalu menolak untuk melayani atau duduk berdekatan dengan tamu-tamu ibunya (menurut istilah ibunya, "bersikap sopan kepada tamu-tamu mama"). Bahkan, ia juga mengalami pelecehan seksual dari om-om itu. Wajahnya dipegang-pegang, tangannya dicium, dan pantatnya diraba. Namun, Tari selalu berdoa agar ibunya diberi kesadaran. Ia juga rajin shalat. Di sekolah, ia shalat secara sembunyi-sembunyi, karena sebagai anggota genk Nina, ia tidak boleh shalat.

Sinetron ini bermasalah terutama karena penuh dengan nilai-nilai antisosial. Sinetron ini banyak dihiasi adegan kekerasan baik verbal (melalui kata-kata) maupun perilaku, menampilkan nilai-nilai antipendidikan, penyimpangan pola pengasuhan, pendewaan materi, dan cukup banyak menampilkan seks.

Pertama, tayangan ini menggambarkan kaburnya nilai tentang yang benar dan salah, bahkan menjungkirbalikkan norma-norma sosial. Nina misalnya menampilkan perilaku-perilaku religius untuk menutupi perbuatan nakalnya. Ia mencium tangan ayah-bundanya, mengucap "assalamualaikum" jika hendak pamit, bahkan berdoa, "Tolonglah hamba-Mu ya Allah" saat hendak kabur dari rumah (saat berdoa ia memakai pakaian superketat!). Atau, Tari dikeluarkan dari kelompoknya hanya karena ia shalat. Ibu Tari juga berulangkali mengatakan bahwa profesinya membuatnya ia mendapat uang banyak dan bahwa shalat serta sekolah tak ada gunanya karena tak bisa membuat kaya.

Kedua, saya sangat mengkhawatirkan perilaku-perilaku religius yang ditampilkan para pemainnya dalam sinetron ini dapat dianggap melecehkan agama bagi sebagian orang. Beberapa adegan menampilkan agama (Islam) sebagai tameng untuk perbuatan-perbuatan yang tidak sepantasnya.

Ketiga, tayangan bagi ABG ini menampilkan materi-materi yang dewasa. Ini tampak dari misalnya perilaku seks bebas yang dilakukan oleh ibu Tari. Atau dari adegan Nina dan teman-temannya membaca majalah Playboy. Salah satu gambar yang dilihat mereka adalah gambar seorang perempuan yang setengah payudaranya terbuka. Seorang anak laki-laki berkata kepada Lusi, anggota genk Nina yang memegang majalah, "Lus, punya kamu segitu gede nggak?" Lusi menjawab, "Jelas dong, terus kenapa? Mau lihat?" Ya ampun, bayangkanlah, yang berbicara itu adalah anak-anak yang masih berseragam putih-biru!

Sinetron ini sungguh buruk bagi remaja. Nilai-nilai antisosial yang dibawanya menjadikan tontonan ini sangat tak sehat bagi remaja. Jangan lupa, remaja adalah kalangan yang rentan terpengaruh media dan karenanya harus dilindungi melalui muatan yang sehat.

Saya mengajak Anda untuk memprotes sinetron ini.

Sinetron ini tak layak tampil demikian di ruang publik. Tulislah surat pembaca mengenai sinetron ini atau suratilah SCTV. Protes publik seperti itu akan membantu tayangan tak sehat ini hilang dari layar kaca. Semoga kita peduli.
----end of the message----

[ 0 comments ] Posted at 1:04 AM

Sanity Keeper

Previous Post

Archives

My Blog Ring

Powered by Blogger