Click for Jakarta Observatory, Indonesia Forecast

Sanity Keeper: Keeping sanity by exposing insanity [SanKee]

Obrolan Pornografi dan Pornoaksi (Versi Lain) - Wednesday, June 28, 2006

Menyambung obrolan pornografi dan pornoaksi yang pernah beredar di Internet sebelumnya (http://akmal.multiply.com/journal/item/166), gw mau nyoba bikin obrolan yang serupa.

Suatu hari di negeri IniyItusial yang gemah ripah loh jenawi, terjadi percakapan dua orang yang berteman baik. Yang satu pria yang satu wanita. Mereka berumur kira-kira 30 tahunan dan bekerja pada perusahaan yang bonafid. Mereka sedang lunch sambil membicarakan tentang Rancangan Undang-undang Anti Porno yang sedang dibahas oleh badan perwakilan rakyat negeri IniyItusial.

"Capek-capek amat sih ngerancang anti parno. Emangnya tu orang-orang terhormat gak ada kerjaan lain apa?" Mulai si cewek.

"Pastinya kerjaan mereka banyaklah. Lagian, kalau emang lagi digodok, elo itu apanya sih yang dirugiin?" Sahut si cowok.

"Rugilah. Koq kesannya cewek itu dipojokkan. Kesannya cewek itu sumber kemaksiatan. Koq begitu sih bikin Undang-Undang? Dasar!"

"Dipojokkan gimana sih? Nggak ngerti gue?"

"Loh, Ratna Terompet yang pentolan pembela kaum cewek itu kan juga menolak RUU tersebut menjadi UU, karena di dalamnya ada pasal-pasal yang sangat melecehkan kaum perempuan."

"Oh ya ya. Dia juga yang bilang kalau pakaian tradisional Sunda, pakaian kebaya itu, memperlihatkan sebagian toket? Akankah mereka ditangkap gara-gara memakai pakaian kebaya ya?"

"Lah iya. Sekalian aja yang pake koteka dikenai Undang-Undang ini. Undang-undang konyol. Mubazir!"

"Tapi, bukannya ada pasal-pasal pengecualian di draft Undang-Undang ini? (Pasal 10 (1) pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ……, dikecualikan untuk: a, cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat-istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan ritus keagamaan atau kepercayaan;)"

"Ah gue gak percaya ama pelaksanaannya."

"Sebenernya lo udah baca draftnya belum sih?"

"Ngapain? Udah jelas itu buatan mubazir."

"Jadi elo belum baca?"

"Peduli amat. Artis-artis kondangan kayak Imut, Payung Utami, Ogah Lidyah, Oneng, Becky Mewe, Yayang Nur, Lia Carok, bahkan istri mantan presiden semuanya nolak. Mana ada perempuan yang ngedukung UU ini?"

"Jadi, menurut lo cuma laki-laki yang ngedukung Undang-Undang ini? Kalau gitu malah aneh dong. Kan kita jadinya malah dilarang liat yang seksi-seksi? Gimana sih jalan pikiran lo? Lagian, elo tau gak kalau Ogah Lidyah itu artis sexy yang bakalan kena Undang-Undang ini karena sering berpose almost naked? Jelas dia yang paling nyolot lah."

Si cewek terdiem. Belum mau ngalah, lanjut lagi, "Pokoknya itu Undang-undang gak berguna. Melanggar kebebasan berekspresi!"

"Berekspresi telanjang boleh?"

"Undang-undang itu bakalan bikin mandeg pariwisata!"

"Turis dateng ke sini boleh telanjang?"

"Paling juga pelaksanaannya mandeg. Sama kayak undang-undang yang lain."

"Kalau gitu undang-undang lain diapus aja sekalian? Undang-undang KUHARAP juga. Jadi, kalau ada pemerkosa dibebasin aja, gak usah dihukum."

"Udang-undang ini udah kayak talibantrukisasi"

"Emang isi undang-undang ini menyuruh pake jilbab?"

"Pokoknya bodi, bodi gue terserah mau diapain."

"Jadi, cewek mau pamer dada dan paha boleh?"

"Tentu aja. Dasarnya aja yang ngeliat ngeres ya ngeres aja."

"Ya udah lo buka baju aja depan gue sekarang."

"Otak lo ngeres!"

"Yee, katanya cewek mau pamer toket dan paha boleh?"

"Ya liat tempatnya dong. Mang elo tu juga sapa?!"

"Nah itu tau. Jadi, kalau pake koteka ke mall aneh gak? Badan juga ditunjukin sama pasangan yang sah kan?"

"Kalau cewek pake rok mini ke mall masih aneh gak? Gue tanya."

"Nggak aneh dong. Begitu juga dengan yang suit-suitin, yang godain, yang colek-colek, gak aneh juga. Kucing dikasih ikan ya dimakan dong. Udah sifat alami cowok tu ya suka dada dan paha. Jadi, bukan soal ngeres-ngeres."

"Masak pake rok mini aja napsu? Emang ngeres!"

"Kalau gitu, menurut elo, pasangan lo napsu gak sama paha lo?"

"Enggak. Eh, bukan gitu. Maksud gue.. Mmm..."

"Jadi, mana batasannya yang bikin napsu sama bikin ngeres?"

"..."

"Gue rasa ya itu tujuannya adanya Undang-undang ini. Yang disebut porno itu tidak menunjukkan bagian sensual dari orang dewasa. Itu bukan buat cewek aja. Cowok juga."

"Ah pokoknya Undang-Undang ini mubazir."

"Jadi, elo gak jadi telanjang di sini nih? Hehehe..."

Lunch mereka pun lanjut kembali sambil ngobrol ngalur ngidul hal lainnya.

Demikianlah obrolan konyol di negeri IniyItusial itu. Entah apa jadinya dengan pertemanan si cowok dan si cewek ini akhirnya. Hanya saja, nampaknya terjadi beberapa kemiripan kejadian dengan sebuah negara yang lain di bumi ini. Semoga kita bisa menarik beberapa manfaat di dalamnya dan bisa merenungkannya. Bahwa kebebalan itu bersifat abadi. Hanya tinggal tunggu cahaya saja untuk bisa melihatnya.

[ 7 comments ] Posted at 10:00 AM

Ini Dia Para Penolak RUU APP - Monday, June 26, 2006

Para penolak RUU APP mengaku bahwa mereka menolak pornografi, tapi juga menolak RUU APP. Singkatnya, tagline mereka adalah: "Pornografi No, RUU APP No". Padahal RUU APP itu mengatur apa yang disebut pornografi. Dan anehnya, di tiap demo mereka, mereka cenderung bersikap seperti orang yang mendukung pornografi itu sendiri. Siapa sebenarnya yang mereka bela? Who are they trying to fool?

Baru kemarin gw mendapati 2 buah keanehan dari para penolak RUU APP ini.

Pertama, di DetikCom diberitakan bahwa Karnaval Budaya di Bundaran HI diwarnai pamer toket pada tanggal 22 Maret 2006. Ini adalah foto yang berhasil tercapture oleh wartawan DetikCom.


Nah, panitia karnaval ini mengaku tidak tahu ada pameran toket itu. Boleh aja mengelak. Tapi, harusnya mereka mendukung aksi pamer toket itu dong. Kan mereka menolak RUU APP yang mengatur pornografi. Jadi, mereka harusnya mendukung cewek-cewek yang mau pamer toket dong. Lagipula, dari sumber lain, gw denger si Ratna Terompet malah minta maaf atas aksi pamer toket itu. Buat apaan? Kan menolak RUU APP yang mengatur pornografi. Apa Ratna Terompet ini terlalu tolol untuk memakai otaknya?

Yang kedua: tau Olga Lidya? Ini juga yang paling ngotot menolak RUU APP. Tau kenapa nggak? Karena ladang periuk nasinya ada di bisnis pornografi. Hanya Tuhan yang tahu apa yang dia lakukan di waktu senggangnya. Coba liat foto-foto almost naked nya di sini: http://mimitmamat.blogspot.com/2006/02/hot-olga-lidya-in-popular-porn.html.

Jadi, masih mendukung aksi penolakan RUU APP? Udah liat kan watak-watak orang yang menolak RUU APP? Selanjutnya, terserah Anda.

Sanity Keeper says, "negeri yang lemah ini sudah ternoda oleh aksi-aksi tidak bermoral. Saya waras, dan saya menjaga kewarasan saya dengan menjauhi setiap yang tidak bermoral."

[ 13 comments ] Posted at 8:06 PM

Why Leave? Please Stay, Motherfucker - Thursday, June 22, 2006

They said next month, some of the fucking troops who have stepped their filthy foot in Iraq would leave. Aw, so soon? Why not stay? Don't you just love shooting and bombing women and children?

Yeah yeah, stay. The top leader has said something bullshit about the Iraqi's government has not set up yet. So, stay you, dog. Be a good pet. Be proud when you die for defending your country from... er... whatever.

So, I support to those who stay in Iraq. I want to see more blood. I want to see more bomb.

Sanity Keeper says, "Pasukan penjaga perdamaian? Kenapa ada pasukan di dalam kata perdamaian? Saya waras dan saya menjaga kewarasan saya dengan mendukung perlawanan terhadap pasukan koali"

[ 0 comments ] Posted at 6:37 PM

Kejahatan Media Massa - Sunday, June 11, 2006

Tak perlu diragukan lagi bahwa media massa menyentuh semua aspek kehidupan kita di setiap saat, setiap hari. Sebelum berangkat ke kantor, kita menonton TV atau membaca koran untuk mengetahui apa yang sudah terjadi kemarin, atau bahkan dini hari tadi. Di kantor, kita mendengarkan radio atau membaca berita di Internet atau ada juga mungkin yang menonton TV untuk memantau situasi terkini. Di rumah, kita masih juga bisa memantau situasi.Tak ayal lagi, media massa sungguh berjasa dalam menyampaikan berita, supaya kita bisa mengantisipasi atau juga bereaksi terhadap situasi yang disampaikan. Tugas yang mulia, memang, yang diemban oleh para reporter dan wartawan yang bekerja pada media massa elektronik dan cetak.

Tapi apa selalu begitu? Bagaimana jika beberapa media massa mengemban misi tertentu? Selama misi tersebut untuk mendidik dan mencerdaskan pembacanya tentunya itu tugas mulia tambahan si media massa. Tapi, apabila terjadi pembodohan apakah masih bisa disebut media massa? Sebagai contoh yang masih hangat adalah soal pro kontra Rancangan Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi (orang-orang masih mengenalnya sebagai RUU APP). Berdasarkan email saya yang terdahulu (Teori Konspirasi Penolakan RUU APP), sudah terjadi penghalangan informasi oleh media massa cetak tertentu. Orang-orang yang terlalu malas untuk menganalisa RUU APP itu mengangguk saja ketika diberikan (baca: digiring) opini oleh media massa itu.
Kita jangan lupa, semakin besar perusahaan media itu, semakin besar juga jejaringnya. Sebagai contoh, ada satu perusahaan media yang hanya menerbitkan satu majalah saja; ada lagi perusahaan media yang menerbitkan sebuah koran dan majalah-majalah. Bagaimana jika ada perusahaan media yang menerbitkan majalah-majalah "bermasalah?" Majalah-majalah yang dari sampulnya saja kita tahu dia akan terkena imbas dari pengesahan RUU APP? Tidak diragukan lagi dia akan memakai pengaruhnya melalui koran miliknya agar pembacanya "mengerti" apa akibat dari RUU APP. Bahkan cara yang tidak rasional pun ditempuh, seperti penghalangan informasi dan penggiringan opini. Setiap orang yang tahu isi RUU APP akan setuju bahwa RUU ini mengerti keberagaman budaya Negara ini dan melindunginya (pasal 36 RUU APP, BAB III PENGECUALIAN DAN PERIZINAN). Ingat, sampai di sini saya masih membicarakan contoh saja.

Lalu, yang terakhir masih kita ingat adalah kasus "pengusiran" tokoh "besar" Gus Dur. Sebelum membahas lebih lanjut soal "pengusiran" tersebut, kita sebaiknya renungkan juga, kenapa seorang Gus Dur masih harus memakan tempat headline di koran, bahkan sebelum kasus "pengusiran" tersebut? Karena dia mantan presiden? Ada mantan presiden lain setelah dia, tapi kenapa dia lebih sering diberitakan? Pentingkah setiap kata-katanya? Pentingkah setiap tindak-tanduknya?Nah, soal "pengusiran" itu sendiri. Kenapa saya beri tanda kutip di kata "pengusiran" itu? Karena tidak pernah ada terjadi "pengusiran" tersebut. Bahkan si "obyek penderita" dalam kasus yang disebut "pengusiran" tersebut sudah mengkonfirmasikan bahwa tidak ada pengusiran (Kepergiannya dari Purwakarta bukan karena dihina dan diusir. "Sejak awal saya bilang tidak bisa mengikuti acara sampai akhir. Setelah selesai bicara, saya pulang. Saya tidak merasa dihina dan diusir," katanya. - http://www.gatra.com/artikel.php?pil=23&id=95094). Bahwa sebenarnya dia itu diundang dan karena waktu yang dialokasikan untuk acara tersebut memang sempit dan dia harus pergi meninggalkan acara itu sudah diberitakan. Tapi, media massa dengan misi 'suci'nya mem-blow up peristiwa tersebut dan membahanakan peristiwa "pengusiran" tersebut. Masihkah kita mempercayakan reliability media massa seperti itu?

Sebagai efek samping dari kasus "pengusiran" tersebut muncul istilah "preman berjubah". Tidak ayal lagi ini merujuk pada sentimen agama tertentu yang pemeluknya biasa memakai jubah. Berita yang selalu dibesarkan mengenai aksi-aksi -meminjam istilah yang nge-tren sekarang- "preman berjubah" ini adalah pengrusakan kafe-kafe, gedung perkantoran, dan kasus "pengusiran" tersebut. Tapi apa latar belakang pengrusakan tersebut tidak pernah ada yang mau repot-repot memberitakan. Contoh, kasus pengrusakan kantor Playboy Indonesia. Tidak ada yang memberitakan bahwa ketua "preman berjubah" sudah menyatakan bahwa si ketua Playboy Indonesia kalau berani juga mengedarkan majalah mudharat seperti itu akan "disikat". Ada yang tahu soal ini? Tentu tidak. Media massa yang menyiarkan wawancara seperti ini pasti tidak laku. Tapi yang laku adalah, ketika Playboy Indonesia terbit, dan massa "preman berjubah" merangsak masuk dan merusak kantor Playboy Indonesia dan juga melakukan sweeping majalah-majalah tersebut. Cara diplomasi sudah ditempuh, apakah cara lainnya berpangku tangan?

Beking "preman berjubah" ini aparat keamanan? Pikirkan lagi. Ketua "preman berjubah" ini sudah mengajukan keberatan pada aparat soal kafe-kafe yang masih beroperasi di bulan yang dianggap suci oleh agama tertentu. Adakah tindakan dari aparat keamanan untuk menutup kafe-kafe itu? Tidak ada. Cara kekerasanpun dilakukan. Siapa sebenarnya yang mem-beking-i kafe-kafe itu? Siapa yang diuntungkan dengan yang mem-beking-i massa "preman berjubah"?
Menurut saya, tibalah saatnya kita untuk tidak selalu 'mangap' tiap kali disuapi berita oleh para media massa itu. Kita harus ingat bahwa selalu ada dua sisi pada sebuah koin. Begitu juga dalam setiap peristiwa, selalu ada dua sisi. Jika sebuah koran mengatakan ada "pengusiran", kita harus cari tahu cerita dari sisi si "pengusir". Jika TV lebih suka memberitakan pengrusakan sebuah gedung, kita harus cari tahu latar belakang pengrusakan itu. Mungkin kita tidak perlu selalu percaya dari cerita dari "sisi lain" itu. Tapi, pakailah kemampuan berpikir kita untuk menganalisa dan kita akan tahu mana yang benar dan mana yang berbohong.

Kalau kita terlalu malas untuk mencari tahu sisi lain dari sebuah berita dan terlalu malas untuk menimbang mana yang benar dan mana yang berbohong, baiknya kita berdiam dan tutup mulut saja daripada melakukan hal-hal yang lebih bodoh seperti mencari petisi untuk pembubaran massa "preman berjubah" itu, misalnya. Pengrusakan aset mungkin salah, tapi kita perlu tahu juga latar belakangnya. Sama halnya perang di sebuah negara di Timur Tengah. Setiap yang bersorban adalah teroris. Tapi ketika sebuah pasukan berkulit putih invasi bersenjata mesin otomatis berat menembaki wanita-wanita dan anak-anak tidak ada yang mau repot-repot memberi label "teroris".

Lawan kejahatan media massa dengan mulai mencari sumber informasi lain untuk mendapatkan "sisi lain"!

Catatan Sankee: Artikel ini juga diposting di http://ruuappri.blogsome.com/2006/06/12/kejahatan-media-massa/ :)

[ 1 comments ] Posted at 8:22 AM

Sanity Keeper

Previous Post

Archives

My Blog Ring

Powered by Blogger