Click for Jakarta Observatory, Indonesia Forecast

Sanity Keeper: Keeping sanity by exposing insanity [SanKee]

Kejahatan Media Massa - Sunday, June 11, 2006

Tak perlu diragukan lagi bahwa media massa menyentuh semua aspek kehidupan kita di setiap saat, setiap hari. Sebelum berangkat ke kantor, kita menonton TV atau membaca koran untuk mengetahui apa yang sudah terjadi kemarin, atau bahkan dini hari tadi. Di kantor, kita mendengarkan radio atau membaca berita di Internet atau ada juga mungkin yang menonton TV untuk memantau situasi terkini. Di rumah, kita masih juga bisa memantau situasi.Tak ayal lagi, media massa sungguh berjasa dalam menyampaikan berita, supaya kita bisa mengantisipasi atau juga bereaksi terhadap situasi yang disampaikan. Tugas yang mulia, memang, yang diemban oleh para reporter dan wartawan yang bekerja pada media massa elektronik dan cetak.

Tapi apa selalu begitu? Bagaimana jika beberapa media massa mengemban misi tertentu? Selama misi tersebut untuk mendidik dan mencerdaskan pembacanya tentunya itu tugas mulia tambahan si media massa. Tapi, apabila terjadi pembodohan apakah masih bisa disebut media massa? Sebagai contoh yang masih hangat adalah soal pro kontra Rancangan Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi (orang-orang masih mengenalnya sebagai RUU APP). Berdasarkan email saya yang terdahulu (Teori Konspirasi Penolakan RUU APP), sudah terjadi penghalangan informasi oleh media massa cetak tertentu. Orang-orang yang terlalu malas untuk menganalisa RUU APP itu mengangguk saja ketika diberikan (baca: digiring) opini oleh media massa itu.
Kita jangan lupa, semakin besar perusahaan media itu, semakin besar juga jejaringnya. Sebagai contoh, ada satu perusahaan media yang hanya menerbitkan satu majalah saja; ada lagi perusahaan media yang menerbitkan sebuah koran dan majalah-majalah. Bagaimana jika ada perusahaan media yang menerbitkan majalah-majalah "bermasalah?" Majalah-majalah yang dari sampulnya saja kita tahu dia akan terkena imbas dari pengesahan RUU APP? Tidak diragukan lagi dia akan memakai pengaruhnya melalui koran miliknya agar pembacanya "mengerti" apa akibat dari RUU APP. Bahkan cara yang tidak rasional pun ditempuh, seperti penghalangan informasi dan penggiringan opini. Setiap orang yang tahu isi RUU APP akan setuju bahwa RUU ini mengerti keberagaman budaya Negara ini dan melindunginya (pasal 36 RUU APP, BAB III PENGECUALIAN DAN PERIZINAN). Ingat, sampai di sini saya masih membicarakan contoh saja.

Lalu, yang terakhir masih kita ingat adalah kasus "pengusiran" tokoh "besar" Gus Dur. Sebelum membahas lebih lanjut soal "pengusiran" tersebut, kita sebaiknya renungkan juga, kenapa seorang Gus Dur masih harus memakan tempat headline di koran, bahkan sebelum kasus "pengusiran" tersebut? Karena dia mantan presiden? Ada mantan presiden lain setelah dia, tapi kenapa dia lebih sering diberitakan? Pentingkah setiap kata-katanya? Pentingkah setiap tindak-tanduknya?Nah, soal "pengusiran" itu sendiri. Kenapa saya beri tanda kutip di kata "pengusiran" itu? Karena tidak pernah ada terjadi "pengusiran" tersebut. Bahkan si "obyek penderita" dalam kasus yang disebut "pengusiran" tersebut sudah mengkonfirmasikan bahwa tidak ada pengusiran (Kepergiannya dari Purwakarta bukan karena dihina dan diusir. "Sejak awal saya bilang tidak bisa mengikuti acara sampai akhir. Setelah selesai bicara, saya pulang. Saya tidak merasa dihina dan diusir," katanya. - http://www.gatra.com/artikel.php?pil=23&id=95094). Bahwa sebenarnya dia itu diundang dan karena waktu yang dialokasikan untuk acara tersebut memang sempit dan dia harus pergi meninggalkan acara itu sudah diberitakan. Tapi, media massa dengan misi 'suci'nya mem-blow up peristiwa tersebut dan membahanakan peristiwa "pengusiran" tersebut. Masihkah kita mempercayakan reliability media massa seperti itu?

Sebagai efek samping dari kasus "pengusiran" tersebut muncul istilah "preman berjubah". Tidak ayal lagi ini merujuk pada sentimen agama tertentu yang pemeluknya biasa memakai jubah. Berita yang selalu dibesarkan mengenai aksi-aksi -meminjam istilah yang nge-tren sekarang- "preman berjubah" ini adalah pengrusakan kafe-kafe, gedung perkantoran, dan kasus "pengusiran" tersebut. Tapi apa latar belakang pengrusakan tersebut tidak pernah ada yang mau repot-repot memberitakan. Contoh, kasus pengrusakan kantor Playboy Indonesia. Tidak ada yang memberitakan bahwa ketua "preman berjubah" sudah menyatakan bahwa si ketua Playboy Indonesia kalau berani juga mengedarkan majalah mudharat seperti itu akan "disikat". Ada yang tahu soal ini? Tentu tidak. Media massa yang menyiarkan wawancara seperti ini pasti tidak laku. Tapi yang laku adalah, ketika Playboy Indonesia terbit, dan massa "preman berjubah" merangsak masuk dan merusak kantor Playboy Indonesia dan juga melakukan sweeping majalah-majalah tersebut. Cara diplomasi sudah ditempuh, apakah cara lainnya berpangku tangan?

Beking "preman berjubah" ini aparat keamanan? Pikirkan lagi. Ketua "preman berjubah" ini sudah mengajukan keberatan pada aparat soal kafe-kafe yang masih beroperasi di bulan yang dianggap suci oleh agama tertentu. Adakah tindakan dari aparat keamanan untuk menutup kafe-kafe itu? Tidak ada. Cara kekerasanpun dilakukan. Siapa sebenarnya yang mem-beking-i kafe-kafe itu? Siapa yang diuntungkan dengan yang mem-beking-i massa "preman berjubah"?
Menurut saya, tibalah saatnya kita untuk tidak selalu 'mangap' tiap kali disuapi berita oleh para media massa itu. Kita harus ingat bahwa selalu ada dua sisi pada sebuah koin. Begitu juga dalam setiap peristiwa, selalu ada dua sisi. Jika sebuah koran mengatakan ada "pengusiran", kita harus cari tahu cerita dari sisi si "pengusir". Jika TV lebih suka memberitakan pengrusakan sebuah gedung, kita harus cari tahu latar belakang pengrusakan itu. Mungkin kita tidak perlu selalu percaya dari cerita dari "sisi lain" itu. Tapi, pakailah kemampuan berpikir kita untuk menganalisa dan kita akan tahu mana yang benar dan mana yang berbohong.

Kalau kita terlalu malas untuk mencari tahu sisi lain dari sebuah berita dan terlalu malas untuk menimbang mana yang benar dan mana yang berbohong, baiknya kita berdiam dan tutup mulut saja daripada melakukan hal-hal yang lebih bodoh seperti mencari petisi untuk pembubaran massa "preman berjubah" itu, misalnya. Pengrusakan aset mungkin salah, tapi kita perlu tahu juga latar belakangnya. Sama halnya perang di sebuah negara di Timur Tengah. Setiap yang bersorban adalah teroris. Tapi ketika sebuah pasukan berkulit putih invasi bersenjata mesin otomatis berat menembaki wanita-wanita dan anak-anak tidak ada yang mau repot-repot memberi label "teroris".

Lawan kejahatan media massa dengan mulai mencari sumber informasi lain untuk mendapatkan "sisi lain"!

Catatan Sankee: Artikel ini juga diposting di http://ruuappri.blogsome.com/2006/06/12/kejahatan-media-massa/ :)

[ ] Posted at 8:22 AM

1 Comments:

Anonymous Wijhatul Haq said...

sebenarnya kejadian Dewan PKS itu, tidaklah mengapa,itu hal yg cepele kok sebenarnya gak perlu dibesar-besarkan?. itukan Maksiat, jadi dosa kecil, pelakunya adalah org islam yg berdosa bukannya keluar dari islam lihat aja hal2 yg terjadi di masyarakat betul kwesakkan, kejahatan yang dilakukan secara terang2ngan aja dibiarkan bahkan dilindungi, maka sungguh orenis hal2 spsrtu itu dibesar-besarkan padahal pealkunya merasa malu kalo itu diktahui org lain, maka menurut islam itu seharusnya dilingdungi (ditutupi) dan dibela dan bukannya dibarluaskan Sabda: Nabi seandainya anda mengathui aib saudara kita maka tutupilah atau carilah alasan myakni 99 alasan,, setelah itu kita gak punya alasan lain barulah diperbolehkan ... oleh karena itu betapa dosanya pelaku2 MEDIA yang sering menyebar luaskan aib org lan. meskipun itu betul terjadi yg sebenarnya... ! apalagi yang masih simpang siur (fitnah). maka kesimpulan saya demi Allah pelaku2 Media kalau betul beriman (mengerti hal di atas maka tidaklah berani menjadi profesi yang rusak (org munafik, fasik, kafir musrik,) dan sangat jahat al fitnatu asddu minal qottel...(QS.an Nur. 19)dan hadist Nabi ".....org yg menutupi keburukkan org lain di dunia, maka kelak Allah akabn menutupi keburukkan nya di hari kiamat,,," (HR. Muslim)...sabda yg lan....."umatku akan mendapat ampunan, kecuali org yg terang2tanganberbuat dosa. di antaranya org bertaubat dosa ...di dalam Rihadussholihin ila akhir... (HR. muttafakun alaih) bukannya sebaliknya seprti media yg mayoritas org munafiq, fasiq dan kafir ..99% media dikuasai oleh mereka..

Sunday, April 17, 2011 9:34:00 PM  

Post a Comment

<< Home

Sanity Keeper

Previous Post

My Blog Ring

Powered by Blogger