Click for Jakarta Observatory, Indonesia Forecast

Sanity Keeper: Keeping sanity by exposing insanity [SanKee]

Teori Konspirasi Penolakan RUU APP - Tuesday, April 25, 2006

Hari Sabtu lalu (22 Maret) di sebuah koran terkemuka
di Indonesia, ada sebuah iklan layanan masyarakat
tentang penolakan RUU APP di halaman 25. Intinya
menyatakan bahwa iklan tersebut didukung oleh 3000
orang yang masing-masing dari mereka menyumbang uang
untuk terlaksananya iklan tersebut dan bahwa inti dari
RUU APP adalah pernyataan kebencian terhadap bentuk
tubuh kaum perempuan dan lain sebagainya.

Kemudian di hari Minggunya (23 Maret) koran tersebut
menempatkan berita demo penolakan RUU APP dengan foto
salah seorang penyanyi dangdut terkenal dengan
goyangan ngebornya.

Kalau diperhatikan, koran ini termasuk yang paling
aktif (agresif?) dalam menggiring opini umum tentang
penolakan RUU APP. Kenapa saya memilih kata
'menggiring'? Karena, artikel-artikel pilihan koran
ini lebih bersifat persuasif. Bersifat mengajak orang
untuk ikut menolak RUU APP, ketimbang memberikan
keleluasan bagi para pembaca untuk berfikir sendiri
mengenai pendapat mereka dalam menyikapi RUU APP.
Koran ini tidak obyektif.

Di sini saya menawarkan teori konspirasi di balik
penolakan RUU APP.

Pertama, soal iklan layanan masyarakat di koran
tersebut. Demo penolakan RUU APP adalah cerita
sendiri. Tapi, memuat iklan di koran terkemuka? Bahkan
dengan ukuran satu halaman penuh? Pasti biaya yang
dikeluarkan tidak sedikit. Padahal di sisi lain, para
buruh melakukan demo RUU Ketenaga kerjaan (Naker).
Tentu mereka, tanpa bermaksud memandang rendah, tidak
akan mampu untuk menggalang dana untuk memuat iklan
penolakan RUU Naker di koran terkemuka tersebut. Jadi,
pasti ada sesuatu yang dipertaruhkan di sini. Sesuatu
yang sangat penting bagi 3000 orang tersebut. 3000
orang yang rela mengeluarkan uang demi tidak
terlaksananya RUU APP daripada tidak terlaksananya RUU
Naker.

Biasanya, bila kita mengeluarkan uang, kita
mengharapkan sesuatu sebagai imbalan dari uang
tersebut. Kita mengeluarkan uang di toko, kita
berharap ada hasil belanja. Kita ke butik, kita ingin
beli pakaian. Kita ke showroom, kita ingin beli mobil.
Kita menyumbang uang untuk korban bencana, kita
"membeli" pahala. Lalu, apa motivasi 3000 orang yang
menyumbang untuk pendanaan iklan layanan tersebut? Ini
tanda tanya. Sekedar penolakan? Saya meragukan hal ini
karena ada yang lebih penting. Kecuali kalau yang ada
di pikiran 3000 orang itu hanya soal seks saja. Atau,
mereka sudah punya uang terlalu banyak di dompet
mereka. Pasti ini menyangkut hajat hidup mereka, atau
mereka orang yang gampang dipengaruhi opininya.

Dalam iklan itu dikatakan, "Kita dilarang berpakaian
menurut adat kita". Dari mana mereka dapatkan ide
seperti itu? Sepanjang ingatan saya, RUU APP mengatur
soal pakaian adat. Kebaya, koteka, dan lainnya diakui
sebagai budaya Indonesia. RUU APP tidak melarang hal
itu. Bila ada yang berpendapat demikian, maka
penggiringan opini oleh koran tersebut sudah berhasil.
Adalah konyol untuk melarang orang berpakaian kebaya
atau koteka. Dalam hal koteka, misalnya, tentunya ini
berlaku untuk penduduk Irian saja. Apakah di Jakarta
ada orang berjalan di tempat umum dengan koteka? Jadi
perlu dilihat dulu konteksnya. Memakai bikini di
tempat umum (bukan kolam renang), pasti aneh.

Di kalimat lain, "Kita dilarang mengungkapkan kasih
sayang pada orang yang kita cintai". Bagaimana
caranya? Apakah itu dosa RUU APP? Jika yang dimaksud
adalah larangan ciuman di tempat publik, maka mereka
telah melangkah terlalu jauh. Ciuman bibir dengan
pasangan di tempat umum, bahkan untuk pasangan suami
istri pun masih dianggap tabu. Adalah menggelikan
kalau kita membandingkan dengan negara yang sudah
menganggap ciuman di publik itu hal yang lumrah. Itu
sama saja mengakui penjajahan budaya. Kita bukan lagi
*inlander* jaman penjajahan yang selalu takluk
terhadap budaya londo. Kita punya martabat dan harga
sendiri yang patut dijaga. Hal yang sudah hilang dari
rakyat ini yang menyerahkan diri pada ke'bule'an orang
sana.

"Kita dilarang mengungkapkan kekayaan seni dan sastra
kita". Yang dimaksud sastra adalah tulisan. Apakah RUU
APP melarang tulisan? Bukannya RUU itu mengatur semua
yang visual? Dari mana ide mereka ini? Seni mana yang
mereka maksud? Seni yang membuka baju? Ketelanjangan
adalah *sick excuse* bagi orang yang senang telanjang
dan mengakui ketelanjangan sebagai seni. Patung
telanjang dilarang? Oh, *please* You gotta be smarter
than that ...

Masih banyak hal yang bisa ditelaah dari iklan di
koran tersebut.

Menurut saya, koran tersebut mempertaruhkan banyak
*stake* dalam bisnis mereka. Oleh sebab itu mereka
lebih suka menggiring opini publik daripada memberikan
kebebasan berpikir bagi pembacanya. Siapa yang tahu,
apakah ini koran yang sama yang menerbitkan juga
majalah-majalah yang sifatnya porno? Mereka pasti
punya kepentingan dalam bisnis ini. Segala cara harus
dibenarkan. Koran ini pasti beruntung karena memiliki
laskar pembela yang gratis, tidak perlu dibayar,
-bahkan laskar tersebut rela mengeluarkan uang- untuk
membela kepentingan bisnis mereka.

Yang kedua, RUU APP dikhawatirkan akan mengurangi
jumlah kunjungan wisman ke negara ini. Apakah bangsa
ini sudah begitu tunduknya dengan dollar? Lebih suka
tunduk pada bule? Bukannya membuat aturan sendiri lalu
tamu yang tunduk pada aturan itu, malah membuat aturan
berdasarkan kemauan tamu. Inilah mental inlander
warisan jaman dahulu. Pada saat mereka berbicara soal
budaya, mereka berkiblat ke luar negeri. Pada saat
mereka melakukan performa kerja, budaya disiplin,
mereka seenak udel. Inilah mental inlander melayu.
Gubernur yang menyatakan ingin memisahkan diri dari
negara ini atas dasar RUU APP ini harusnya ditangkap
atas tuduhan pernyataan subversif.

Tulisan ini bersifat menawarkan teori konspirasi. Oleh
sebab itu banyak hal yang bersifat hipotesis. Apabila
dikirim ke koran tersebut, mungkin tidak akan
diterbitkan karena berlawanan dengan misi koran itu.
Berikan kebebasan berpikir untuk Anda sendiri. Jangan
biarkan media mempengaruhi opini Anda. Tanyakan pada
diri Anda sendiri, apakah Anda suka melihat majalah
porno di jual bebas di jalanan? Apakah Anda suka anak
Anda lebih memilih membaca FHM daripada Bobo? Lebih
senang membaca Lipstick daripada Nakita? 3000 orang...
bagaimana dengan yang 200juta lainnya?

Salam kebebasan berpikir,
Anonymous

Catatan Sankee: Artikel ini diposting juga di http://ruuappri.blogsome.com/2006/06/14/teori-konspirasi-penolakan-ruu-app/ :)

[ 0 comments ] Posted at 8:12 AM

Sanity Keeper

Previous Post

Archives

My Blog Ring

Powered by Blogger